(Sebuah
penghormatan dari Forum Mikul Dhuwur Mendhem Jero untuk Master Trontong Solo.)
Sebuah
pementasan laiknya satu tubuh. Masing-masing personil di dalamnya memiliki
peran berbeda tetapi saling dukung dan saling melengkapi. Satu bagian tak lebih
penting dari yang lain, semua berjalan sesuai fungsinya.
Dan
malam itu, 10 Oktober 2015 di gedung Teater Kecil ISI Surakarta, adalah malam
pengakuan. Merupakan wujud apresiasi dan ucapan terimakasih atas dedikasi seseorang
yang selama ini turut menyukseskan berbagai pementasan teater, musik dan tari
di Solo. Dia adalah Henky S. Rivai. Pria sepuh, pendiam, yang tidak pernah
berada di atas panggung namun kreatifitas dan kecerdasannya dalam olah Pencahayaan,
selalu mewarnai panggung.
Master Trontong Solo
Sebutan
Master Trontong Solo diberikan kepada Rivai oleh para seniman dan budayawan Solo
karena mereka tahu betul bagaimana Rivai bekerja, mengupayakan tata-cahaya panggung
agar maksimal sementara pendanaan sering kali tidak berbanding lurus dengan
target hasil yang ingin dicapai. Maka di sinilah “kesaktian” Rivai terbukti.
Kepiawaiannya dalam menerjemahkan art
yang diingini tim pemanggung sudah tidak diragukan lagi. Ia tidak ragu
menggunakan trontong (kaleng bekas)
untuk mewujudkan gagasannya dalam hal per-lampu-an. Kaleng bekas susu disulap
Rivai menjadi media spotlight yang
menakjubkan. Bahkan ia berani memadukan trontong
dengan teknik tata lampu berteknologi tinggi. Hal itulah yang mendasari
pengambilan nama “Trontong Award” sebagai penanda penghormatan itu.
Forum Mikul Dhuwur Mendhem Jero
Seperti
nama Forum-nya: Mikul Dhuwur Mendhem Jero,
yang dalam Bahasa Indonesia berarti memberi penghormatan setinggi-tingginya,
telah berikhtiar menolak lupa dan memberi pengakuan atas peran dan sumbangsih seorang
Rivai yang lebih dari 20 tahun telah “nglamponi”
dan turut menentukan cita rasa panggung dalam setiap pementasan mereka. Sebuah
peran sepi puja-puji tetapi tidak kalah berarti. Kerap “mrucut” dari pengamatan para pengulas dan kritikus seni
pertunjukan.
Maka,
pada malam penyerahan “Trontong Award” itu, acara dikemas dengan sebuah pementasan
istimewa oleh para pelaku seni di Solo, yang khusus didedikasikan untuk Rivai.
Dibuka oleh teater tari Sahita yang salah satu personilnya (Atik) adalah istri
Rivai si Master Trontong. “Perempuan-perempuan tua” datang membawa teplok (lampu minyak) menggendong
gulungan tikar pandan. Dengan gerak tari serta tembang yang diselingi humor
khas Sahita, mereka menyinggung tentang perlunya memberi pengakuan dan tak
melupakan jasa tukang nglamponi yang
tahun depan sudah memasuki masa pensiun.
Penghormatan
melalui puisi disampaikan oleh Dedek Witranto yang disusul persembahan musik etnik dan lagu nan magis dari Gondrong
Gunarto dan rekan. Sebuah repertoar “Rasa Gundah Geometris” disajikan Eko
Supendi dan teater tari Studio Taksu dengan kostum serbaputih. Sebuah koreo yang
lebih banyak menggunakan hentakan tangan dan kaki berirama sebagai tabuh bagi
tubuh tari mereka. Tata lampu yang diatur sedemikian rupa mengantar para penari
taksu merajai panggung dengan gerakan kaku bak robot canggung. Kadang kelogetan seperti ulat, kadang geleparan
seperti terkena serangan ayan. Namun secara keseluruhan karya itu sangat
memukau. Begitu indah dan puitis.
Pada
jeda pementasan, diselingi slide testimoni dari beberapa pelaku seni tentang
totalitas dan kreatifitas Rivai dalam bidang tata-cahaya. Dipuncaki penyerahan “Trontong
Award” oleh budayawan Solo: Bapak Ardus M. Sawega. Tak selesai sampai di situ
karena kemudian penonton dipersilakan melanjutkan menikmati tapilan penuh humor
Wayang Gendhut dengan mengambil tema “Mencari
Wahyu Trontong” di pelataran gedung teater kecil yang banyak menggunakan
penerangan tinthir dan lampu trontong.
Malam
semakin larut ketika banyak harapan dinaikkan agar Master Trontong Solo, tetap
meruang dengan tata pencahayaannya meski secara formal ia telah pensiun sebagai
pegawai Taman Budaya Jawa Tengah. Tetap arif serta gembira menurunkan
kecerdasan dan kreatifitasnya kepada generasi muda.
Terimakasih
Pak Rivai, karena kreatifitasmu, setiap pementasan menjadi sangat berkesan dan
penuh warna. Semoga di masa pensiun bapak, hari-hari tetap bersinar dan
menyinari panggung dunia. []
Fotografer:
Budi Santosa