Sebuah karya seni dan budaya tak akan pernah mengenal kata sudah untuk digali,
dikembangkan atau ditafsir ulang, termasuk lengger Banyumasan berikut para
maestronya. Itu yang dilakukan oleh Otniel Tasman –kereografer asal Banyumas
yang terus menggali seni tradisi tanah kelahirannya kemudian mengolahnya
menjadi bentuk tari kontemporer tanpa meninggalkan warna aslinya.
Adalah Dariah yang menjadi sumber gagasan dalam melahirkan
karya terbarunya: Nosheheorit tari kontemporer yang merupakan bentuk apresiasi
terhadap kehidupan Sang Maestro. Dipentaskan pada 4-5 Oktober 2016 di Taman
Budaya Jawa Tengah, namun penggalannya sudah dipresentasikan di Balai
Soedjatmoko pada 21 Sepetember 2016.
Lengger Transgender
Sosok Dariah cukup menarik untuk diamati dan ditelusuri. Terlahir sebagai
laki-laki bernama Sadam di desa Plana -Banjarnegara, yang kemudian memilih
menuruti jiwa femininnya dan mengabdi pada seni tradisi Lengger. Ia meyakini
bahwa hidupnya terlahir untuk menari.
Ia pernah mendapat penghargaan dari pemerintah RI pada 2010.
Kini usia Dariah sudah 92 tahun. Keteguhan dan kesetiaannya pada garis yang
diyakini membuatnya berumur panjang. Sebagai transgender, tentu tak mudah
menghadapi masyarakat dan terutama keluarga. Tetapi yang menjadi target hidup
Dariah adalah menjadi manusia seutuhnya dan berbahagia.
Frasa ahli matematika Pythagoras bahwa tubuh adalah penjara bagi jiwa rupanya
tidak berlaku bagi Sadam hingga ia menjadi Dariah. Tetapi Dariah adalah
pembuktian pemikiran Plato, bahwa tubuh adalah tanda, penanda bagi jiwa. Tubuh
adalah bayangan jiwa yang melekat di dalamnya. Dariah yang bertubuh laki-laki,
akan terbentuk, terolah seperti jiwa feminine yang dimilikinya. Tubuh Sadam
akan mengikuti bagaimana jiwanya bertingkah laku.
Pendapat bahwa tubuh adalah penjara jiwa justru saya curigai
sebagai ketidakmampuan seseorang untuk mewujudkan keinginan yang paling
mendasar secara merdeka. Dariah mampu mengembangkan diri sebagai manusia bebas
mensikapi tubuhnya sendiri.
Ia tahu, salah satu tugas manusia adalah berbahagia.
Kebahagiaan yang sesungguhnya, bukan hedonistik. Kebahagiaan yang diraih
oleh Dariah adalah hasil capaian tindakan rasional dengan segala risiko yang
harus dia tanggung dalam kompleksitas masyarakat (Banyumas).
Rekonstruksi
Dariah
Selama tiga tahun Otniel meriset kehidupan Dariah di
Banyumas. Lalu ia menangkap ada proses menyemesta (menjadi satu dengan
semesta) bagaimana religiusitas, kebersahajaan dan kesederhanaan sudah menjadi
laku hidupnya.
Nosheheorit adalah rekonstruksi bagaimana
penyerahkan diri Dariah secara utuh kepada Sang Hidup. Adalah kesdaran pada manunggalnya
rasa dan karsa. Tubuhnya telah menunaikan tugas dengan baik.
Dengan tata panggung simple, hanya lembaran panjang anyaman
bambu sebagai representasi rumah tinggal Dariah yang sederhana dan tata lampu
remang, lima penari berkostum minimalis, mengawalinya dengan mengunyah sirih,
memerahkan bibir secara alami sealami Dariah memerahkan (baca: menegaskan)
dirinya sebagai Lengger luwes dan fasih menarikan tubuh mengikuti jiwanya.
Nosheheorit ekspresi ketubuhan Dariah sebagai
Lengger (lanang –laki-laki) yang nyawiji. Meleburnya dualitas laki-laki
dan perempuan menjadi satu dipresentasikan dengan sangat bagus, manakala seorang
penari perempuan, berkelindan dengan penari laki-laki merunut bagian-bagian
tubuhnya sebagai penggambaran bagaimana Dariah merumuskan identitas diri.
Kesetiaan tubuh yang mengikut bentuk jiwa disampaikan dengan
gerakan pinggul, pangkal lengan dan liukan serta tatapan mata khas seni tari
pesisir yang berani, terus terang dan konsisten.
Namun, di tengah pertunjukan, Otniel masuk ke panggung
dengan busana kebesaran seorang lengger (bersanggul, berkain dan kemben merah),
kontras dengan lima penarinya yang tampil kontemporer. Secara visual sedikit
menjadikan pertunjukan itu oleng. Namun rupanya bergabungnya Otniel di panggung
adalah bayangan Dariah yang hadir sebagai ruh.
Dipertegas dengan audio yang menyuarakan sebait kalimat yang
rupanya itu kalimat yang berisi tentang Dariah manakala menyatakan tentang
konsep nyawiji yang menjadi spirit hidupnya.
Sebagai hiburan, Nosheheorit berhasil menunaikan
tugasnya. Sebagai pembawa pesan kedirian manusia, Nosheheorit telah
menyampaikan dengan baik. Namun sebagai seni pertunjukan, tentu masih sangat
mungkin untuk dikembangkan dan dieksplorasi lagi sehingga tidak mati, tetapi
terus mengalami perkembangan tanpa meninggalkan warna asli.
Nosheheorit adalah keberpihakan untuk tidak
memihak pada penghakiman gender. Tak ada perempuan, tak ada laki-laki. Yang
adalah manusia yang utuh berjati diri. []
Koreografer: Otniel Tasman
Fotografer : Budi Santosa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar